OKU Timur – Kegiatan studi banding yang dilakukan seluruh Kepala Desa (Kades) se – Kabupaten OKU Timur yang dilaksanakan di Provinsi Bali beberapa waktu lalu tak selesai begitu saja.
Kegiatan rutin tahunan itu nyatanya tak luput dari sorotan dan kritikan, bahkan sampai menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
Ditambah lagi Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) OKU Timur yang menginisiasi program studi banding itu diduga mengutip biaya dari setiap desa menggunakan Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar Rp 4 juta yang disetorkan ke dinas melalui transfer.
Tentunya ini dinilai rawan tindak kejahatan korupsi, mengingat ada 305 desa di OKU Timur yang ikut program studi banding tersebut, ditambah lagi tidak memiliki peruntukan yang jelas bahkan dianggap mengabaikan kebutuhan mendesak untuk masyarakat desa.
Pakar kebijakan publik UT Palembang, DR Meita Istianda, S.IP, M.Si yang juga menyoroti hal ini mengatakan harusnya kegiatan tersebut melalui kajian dan direncanakan dengan tujuan yang jelas agar berdampak bagi pembangunan di desa.
“Sebelum melakukan studi banding, seharusnya ada perencanaan yang matang. Tujuan studi banding harus jelas dan hasilnya harus bisa diimplementasikan untuk kemajuan desa. Jika tidak ada, maka hal ini hanya menjadi pemborosan anggaran yang tidak bermanfaat bagi masyarakat,” ucapnya. Selasa, (4/6/2024).
Selain itu, ia juga mempertanyakan hasil serta efektivitas studi banding yang dilaksanakan sebelumnya.
“Pernahkah ada kajian terhadap efektivitas studi banding yang dilakukan sebelumnya, adakah hasilnya,” ujar pakar kebijakan publik UT Palembang itu.
Dijelaskanya pula, dalam analisis kebijakan publik harus ada konsep evaluasi kebijakan. Dimana suatu kebijakan yang pernah diimplementasikan, outputnya harus dinilai, apakah banyak berdampak positif atau tidak. Jika tidak, harus dicari formula lain yang intinya berdampak pada kesejahteraan publik.
Lanjutnya lagi, terkait dengan studi banding Kades ke Bali itu sebaiknya dievaluasi dahulu. Apakah ada hal yang signifikan sesuai di Bali yang cocok untuk diimplementasikan di OKU Timur.
Sementara salah satu Kades yang enggan disebutkan mengatakan, jika program ini bertujuan untuk mempelajari pengelolaan desa wisata dan penerapan teknologi pertanian yang sukses di Bali. Meskipun untuk mengikuti studi banding ini harus membayar Rp 4 juta per kades.
Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan rinci dan transparansi mengenai rencana dan manfaat yang akan dihasilkan dari kegiatan tersebut. (*)